https://palmtreegallery.com

“Jam Gadang: Ikon Bersejarah Bukittinggi yang Mengukir Banyak Cerita”

Jam Gadang, menara ikonik di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menjadi saksi bisu perjalanan panjang kota ini. Dibangun pada tahun 1927 dengan inisiatif pejabat Belanda, jam setinggi 27 meter ini kini menjadi simbol yang tak tergantikan. Dengan empat sisi jam besar yang masing-masing berdiameter 80 sentimeter, Jam Gadang sering dianggap sebagai versi Indonesia dari Big Ben.

Yang membuatnya unik, Jam Gadang masih menggunakan sistem mekanik untuk penggerak jamnya, tanpa bantuan listrik. Mesin jam yang diproduksi oleh Benhard Vortmann di Jerman ini dikirim dari Rotterdam ke Teluk Bayur, kemudian dibawa ke Bukittinggi. Meski telah berdiri lebih dari sembilan dekade, jam ini tetap berfungsi dengan baik, bahkan hingga kini. Di dalam menara terdapat lima tingkat, dengan tempat penyimpanan bandul di bagian paling atas.

Bangunan ini awalnya memiliki atap bulat dengan patung ayam jantan yang menghadap ke Timur. Konon, patung tersebut dimaksudkan untuk membangunkan masyarakat pada pagi hari. Namun, selama pendudukan Jepang, atapnya diubah menjadi menyerupai kuil Shinto, dan setelah Indonesia merdeka, atapnya diganti lagi menjadi gonjong khas rumah adat Minangkabau yang masih bertahan hingga kini.

Jam Gadang bukan hanya sekadar penunjuk waktu. Pada masa perjuangan, ia menjadi tempat pengibaran bendera merah putih pertama kali di Bukittinggi setelah proklamasi kemerdekaan. Jam Gadang juga menjadi saksi kelam pada masa konflik PRRI, di mana ratusan orang dieksekusi di bawah menara ini. Pada 2007, gempa besar sempat merusak menara ini, namun restorasi selesai pada 2010 dengan bantuan Kedutaan Belanda. Kini, Jam Gadang menjadi pusat aktivitas warga dan wisatawan, meskipun kadang harus ditutup saat keramaian terlalu padat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *